Sosok Ritham Madubun tak bisa dilepaskan dari sejarah sepak bola Indonesia dan Persipura Jayapura. Meski hanya delapan kali membela tim nasional Indonesia, namun pemain kelahiran Maluku Tenggara itu dikenal sebagai salah satu bek sayap dengan agresivitas tinggi.
Selain Persipura, Ritham juga sempat menjadi bagian penting dengan sejumlah klub besar tanah air seperti PSM Makassar, Persikota Tangerang dan Persija Jakarta, sebelum mengakhiri karirnya dengan Persitara Jakarta Utara pada tahun 2009.
Meski lahir di kepulauan Kai, Malut, Ritham memperdalam kemampuan sepak bolanya di tanah Papua. Pemain kelahiran 1 April 1971 tersebut, merupakan angkatan pertama Pusat Pembinaan dan Latihan olahraga Pelajar (PPLP) Papua pada 1986.
Sang pemain pun bergabung ke Persipura pada 1988. Bersama Tim Mutiara Hitam, Ritham pun kian matang dan kemampuan sebagai seorang bek sayap semakin terpupuk. Suami dari Endang Setiawati Arief ini menjelma menjadi bek yang agresif.
Ritham kerap menyisir sisi lapangan hingga ke kotak penalti lawan. Ia pun memiliki penguasaan dan dribel bola yang sulit direbut lawan. Selain agresivitasnya, Ritham juga memiliki tembakan geledek dan kerap mencetak gol dari tembakan bebas.
Puncaknya, Ritham menjadi kapten tim dan sukses membawa Persipura ke final Ligina II, meski harus kalah dari PSM Makassar dengan skor tipis 3-4. Ritham sendiri mencetak salah satu gol Persipura di ajang tersebut. Padahal, sebelumnya Persipura tak diunggulkan bisa ke Senayan.
Ritham pun menjadi bagian dari timnas Indonesia yang berlaga di ajang Piala Asia 1996 dan kualifikasi Piala Dunia 1998. Akhirnya pada 1997, Ritham berpisah dengan Persipura dan bergabung bersama PSM Makassar, sebelum kemudian bertualang ke sejumlah klub besar Indonesia
Setelah gantung sepatu, Ritham akhirnya menangani klub dari Maluku Tenggara, Persemalra Tual. Namun, pada 2013, Sang Khalik pun memanggil Ritham kembali ke haribaannya pada usia 42 tahun, setelah menderita Stroke.
Masyarakat bola Indonesia pun berduka. Persipura yang baru saja menjadi juara Indonesia Super League (ISL) 2012/13, sampai membatalkan agenda konvoi perayaan gelar juara, demi menghormati berpulangnya salah satu legenda klub yang turut menorehkan tinta emas.