Momen besar di Stadion Utama Senayan pada Minggu 27 Maret 1988 rasanya tidak akan mudah dilupakan begitu saja oleh para pendukung Persebaya Surabaya. Saat itu Green Force mampu menggondol Piala Presiden sebagai lambang
supremasi klub terbaik Kompetisi Perserikatan Divisi Utama PSSI usai menghempaskan Persija Jakarta dengan skor tipis 3-2.
88 ribu pasang memadati Stadion Utama Senayan yang 90 persen didominasi
sepenuhnya oleh Arek-arek Suroboyo. Saat itu grand final Perserikatan Divisi Utama PSSI 1987/1988 mempertemukan Persebaya kontra Persija.
Sejak awal kompetisi, banyak pengamat justru memandang Persebaya sebelah
mata termasuk soal skandal sepak bola gajah yang mendera Green Force saat
diduga mengalah dari Persipura dengan skor 0-12 pada Putaran Kedua Wilayah
Timur. Nama besar Persija Jakarta dan Persib Bandung selalu menjadi gacoan
untuk menjadi yang terbaik di Tanah Air saat itu.
Namun, Persebaya memutarbalikan prediksi yang ada. Di pertandingan pertama
babak enam besar, Nuryono Hariyadi dan kawan-kawan mampu membekuk PSMS Medan
dengan skor 2-0 dilanjutkan dengan Persipura Jayapura yang mereka sikat, 4-2
lalu Persiba Balikpapan, 1-0 dan imbang 3-3 dengan Persib lalu 0-0 dengan Persija.
Di babak grand final, Persebaya ditantang calon kuat juara yakni Persija
asuhan Sugih Hendarto yang sama-sama mengumpulkan delapan poin. Persib yang
digadang-gadang akan menemani anak-anak ibu kota ke partai puncak justru
harus puas berada di peringkat ketiga saat itu.
Dipimpin wasit Zulza Yahyan dari Medan, laga Persebaya kontra Persija
berjalan sangat menarik. Duel kedua tim dengan falsafah permainan 4-2-2
versus 4-3-3 membuat jantung penonton yang memadati Stadion Utama Senayan
kerap berdegup kencang.
Meski demikian, gol yang ditunggu-tunggu justru baru tercipta di babak kedua
tepatnya pada menit ke-59. Diawali pergerakan individual dari Syamsul
Ariefin, sang pemain dijatuhkan di dalam kotak penalti oleh pemain Persija,
Tony Tanamal dan kiper Agus Waluyo. Tak pelak, Budi Yohanis yang jadi
eksekutor tendangan 12 pas mampu mencatatkan namanya di papan skor.
Kemenangan Persebaya yang sudah ada di depan mata saat waktu normal harus
musnah di menit ke-86. Saat itu Persija mampu menyamakan kedudukan lewat
aksi dari Thiastono Taufik setelah memanfaatkan assist cantik dari Patar
Tambunan.
Hasil 1-1 di waktu normal membuat pertandingan harus dilanjutkan ke babak
tambahan 2×15 menit. Kejelian pun diciptakan pelatih Misbach pada masa itu
kala anak asuhnya sukses memancing Persija untuk keluar menyerang dan
melupakan pertahanan mereka sendiri.
Hasil positif tercipta di menit ke-111. Mustaqim mampu mencetak gol lewat
sundulan kepalanya dengan membalakangi gawang membuat Agus Waluyo harus
memungut bola dari gawangnya sendiri. Papan skor berubah 2-1 untuk Persija.
Dalam situasi tertinggal, Sugih Hendarto kian terus meminta anak asuhnya
untuk tampil menyerang. Berungkali kombinasi Adityo Nugroho Darmadi,
Thiastono Taufik dan Kamaruddin Betay membahayakan gawang Persebaya yang
dikawal I Gusti Putu Yasa.
Kembali, nafsu menyerang dari Persija dimanfaatkan betul oleh Persebaya.
Menit ke-115, Yongky Kastanya mampu mencetak gol setelah memanfaatkan umpan
dari Syamsul Ariefin ditambah akselerasi cepatnya mengelabui Erick Delmar
dan diakhiri sepakannya yang membuat bola menghujam deras jala gawang Agus
Waluyo.
Persija baru mampu mencetak gol untuk memperkecil kedudukan di menit ke-120
lewat Kamarudin Betay memanfaatkan kesalahan dari Putu Yasa yang kurang
lengket mengamankan arah datangnya bola. Hingga wasit meniup peluti panjang,
skor tetap 3-2 untuk keunggulan Persebaya sekaligus membawa Green Force
berhak menggondol Piala Presiden yang langsung diserahkan Menko Kesra, Soepardjo Roestam ke kapten tim, Nuryono Hariadi.
Pasca laga berakhir, pujian untuk penampilan kedua tim diutarakan oleh
Manajer Persija, Ir Todung Barita. Ia menyebut dua klub tersebut memang
pantas melaju ke grand final.
“Ini penampilan terbagus dari kedua tim, Persija kalah terhormat. Dalam
grand final, semua hal bisa terjadi di atas lapangan dan Persebaya lebih
bagus dan berhak meraih gelar juara,” ujarnya seperti dilansir dari Harian
Pelita, 28 Maret 1988.
Sementara pelatih Persebaya yakni Misbach menggangap kemenangan atas Persija
adalah berkat kerja keras yang selalu diperlihatkan anak asuhnya sejak awal
kompetisi. Menurutnya, warga Surabaya harus bangga dengan torehan sejarah
dari Mustaqim dan kawan-kawan.
“Kita telah bersabar terhadap kecaman-kecaman yang mengalir. Tuhan telah
menguji kita dengan kesabaran dan berhasil. Warga Surabaya harus bangga
dengan sejarah ini,” ucapnya.