Anatoli Polosin, Tangan Besi Pemberi Gelar Kedua Sea Games

Prestasi terbaik tim nasional Indonesia di ajang sepak bola Sea Games adalah kesuksesan dua kali meraih medali emas, yaitu pada gelaran 1987 dan 1991. Gelar kedua Tim Garuda, tak bisa dilepaskan dari polesan tangan dingin pelatih asal Uni Sovyet, Anatoli Polosin.

Polosin menangani timnas Indonesia pada tahun 1987. Kedatangan mantan pembesut Chornomorts Odesa dan Fakel Voronezh ini dianggap miring. Pasalnya, sosok Polosin bukanlah seorang pelatih yang memiliki nama besar.

Apalagi, dua pelatih asing sebelumnya, Marek Janota dan Bernd Fischer, gagal memberikan gelar untuk timnas. Gaya kepelatihan Polosin yang menitikberatkan pada kemampuan fisik dan memolesnya secara Spartan, sesuai gaya Eropa Timur, membuat pemain Indonesia kesulitan mengikutinya.

Para pemain pun terlihat sering muntah saat melakukan latihan. Bahkan sebelum Sea Games 1991, Fachry Husaini, Ansyari Lubis dan Eryono Kasiha memutuskan mundur karena tak kuat mengikuti gemblengan Polosin, serta sang asisten, Dusan Urin.

Nampaknya, Polosin menyadari karakter pemain Indonesia yang malas dan kurang disiplin, menjadi sandungan untuk berprestasi. Oleh sebab itu, Polosin memutuskan untuk memanggil banyak pemain muda dan hanya menyisakan empat pemain senior di tim.

Hasilnya pun tak mengecewakan. Meski sempat babak belur di ajang President Cup, yang merupakan ajang pemanasan sebelum Sea Games, dengan dihantam Malta, Korea Selatan dan Mesir, namun hal tersebut membuat timnas tampil ciamik di Sea Games 1991.

Bergabung dengan tuan rumah, Filipina, Malaysia dan Vietnam di grup B, ketangguhan timnas tak mampu dibendung. Ferril Hattu dkk, sukses membukukan kemenangan di semua laga. Di semifinal, Indonesia bertemu dengan Singapura.

Indonesia pun berhasil menang lewat adu penalti dengan skor 4-2. Akhirnya di partai final, Indonesia sukses menaklukan Thailand juga lewat adu penalti dengan skor 4-3. Polosin pun dielukan karena gaya kediktatorannya sebagai pelatih.

Namun, banyak faktor penunjang kesuksesan Indonesia di ajang tersebut. Selain metode Polosin, tak ada campur tangan dari PSSI, maupun manajer ketika itu, IGK Manila terhadap kebijakan Polosin, sehingga situasi tetap kondusif. Hanya berselang enam tahun dari kesuksesannya itu, Polosin wafat pada September 1997 di Moskow pada usia 62 tahun.

Author: Bolanesia